*Siapa yang Berhak dan Boleh Membangun “Polisi Tidur”?
STARBEWSID.COM, MAKASSAR — Pernahkah Anda terganggu dengan keberadaan “polisi tidur” di jalan ketika berkendara?
Pada dasarnya, polisi tidur atau alat pembatas kecepatan ini dimaksudkan untuk membuat pengendara tidak melaju dengan kecepatan tinggi.
Akan tetapi, polisi tidur kerap membahayakan pengendara, apalagi jika dibangun sembarangan tanpa mengikuti aturan.
DIKELUHKAN WARGA BTP
Polisi tidur yang berada di Perumnas Bumi Tamalanrea Permai (BTP) antara Blok A dan Blok B dikeluhkan warga BTP.
Keluhan warga pengguna jalan tersebut, karena polisi tidur itu dibuat dari ban traktor besar yang ulirnya juga besar. Jadi bila terinjak (terlindas) ban motor, motor akan oleng. Apalagi bila hujan turun. Polisi tidur itu licin karena basah.
Sudah banyak pengendara motor terpelanting bila hujan turun karena licin.
Polisi tidur yang terbuat dari ban traktor tersebut keberadaannya sudah lama. Sementara warga tidak tahu mau melapor kemana?
Seperti yang diungkapkan Salman, warga BTP, dia tidak berani lewat di jalan itu bila hujan turun, karena polisi tidurnya licin. Kalau kendaraan roda empat tidak ada masalah. Hanya roda dua yang sering mengalami kecelakaan.
Salman berharap agar pihak Polsek Tamalanrea bisa melihat dan turun tangan mengenai masalah ini. Bila perlu sebagian dicabut, karena ada lima.
Lantas, siapakah yang berhak membangun polisi tidur?
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan, tercantum beberapa pihak yang bertanggung jawab untuk membangun “polisi tidur”.
Pihak-pihak tersebut, yakni Direktur Jenderal untuk jalan nasional di luar ibukota dan sekitarnya, serta Kepala Badan untuk jalan nasional yang berada di Jakarta.
Selain itu, ada Gubernur untuk jalan provinsi, Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa, serta Walikota untuk jalan kota.
Sedangkan dalam Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diketahui, masyarakat bisa dikenai denda hingga Rp 24 juta apabila membangun ‘polisi tidur’ sembarangan.
Dalam Pasal 28 ayat (1) tertulis bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan.
Selanjutnya dalam Pasal 274 ayat (1) tertulis bahwa setiap orang yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan seperti yang tertulis dalam Pasal 28 ayat (1), maka akan dipidana paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Lebih lanjut, dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Pm 14 Tahun 2021 diketahui alat pembatas kecepatan atau polisi tidur terbagi menjadi tiga, antara lain speed bump, speed hump dan speed table.
Berikut penjelasannya:
SPEED BUMP
Speed bump berbentuk penampang melintang yang terbuat dari bahan badan jalan, karet atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa.
Polisi tidur jenis ini berukuran tinggi antara 5-9 sentimeter dengan lebar total 35-39 sentimeter dan kelandaian paling tinggi 50 persen.
Speed bump memiliki kombinasi warna kuning atau putih dan warna hitam berukuran antara 25-50 sentimeter.
SPEED HUMP
Speed hump berbentuk penampang melintang yang terbuat dari bahan badan jalan atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa.
Alat pembatas kecepatan ini berukuran tinggi antara 8-15 sentimeter dan lebar bagian atas antara 30-90 sentimeter dengan kelandaian paling tinggi 15 persen.
Speed hump memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 sentimeter dan warna hitam berukuran 30 sentimeter.
SPEED TABLE
Speed table berbentuk penampang melintang yang terbuat dari bahan badan jalan atau blok terkunci dengan mutu setara K-300 untuk material permukaan speed table.
Speed table memiliki ukuran tinggi 8-9 sentimeter dan lebar bagian atas 660 sentimeter dengan kelandaian paling tinggi 15 persen.
Polisi tidur ini memiliki kombinasi warna kuning atau warna putih berukuran 20 sentimeter dan warna hitam berukuran 30 sentimeter. (*)