STARNEWSID.COM, JAKARTA — Masyarakat harus bersiap menghadapi penyesuaian harga BBM berjenis Pertamax dan risiko kelangkaan Pertalite usai ditetapkan sebagai bahan bakar subsidi jelang mudik Lebaran 2022.
Penyesuaian harga BBM Pertamax dilatar belakangi karena masih tingginya harga minyak dunia yang berada di atas US$100 per barel, demikian halnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Perkembangan sementara ICP per 24 Maret 2022 tercatat sebesar US$114,55 per barel.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai harga keekonomian BBM RON 92 atau Pertamax saat ini mencapai Rp16.000/liter.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Agung Pribadi mengatakan, ICP Maret 2022 masih terpantau tinggi. Sejak akhir 2021, ICP memang merangkak naik, dan makin meningkat sejak akhir Februari saat konflik Ukraina dan Rusia.
Perang Ukraina dan Rusia masih menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga minyak dunia. Pasokan minyak mentah dari Rusia dan Kazakhstan terganggu akibat kerusakan pipa Caspian Pipeline Consortium yang berdampak pada berkurangnya pasokan ke Uni Eropa,” katanya dalam siaran pers, Sabtu (26/3/2022).
Menurutnya, tingginya harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap harga BBM. Sebagai informasi bahwa batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 (Pertamax) untuk Maret 2022 sebesar Rp14.526 per liter.
Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum.
Hal senada juga dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati yang meminta dukungan kepada Komisi VI DPR RI agar dapat segera diizinkan untuk menaikkan harga BBM non-subsidi jenis RON 92 atau Pertamax.
“Hari ini Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi mungkin dukungan untuk Pertamax diperlukan,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).
Rencana harga BBM Pertamax bakal naik menjadi Rp16.000 dinilai tepat karena mayoritas penggunanya adalah masyarakat kelas atas.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga sepakat dengan rencana PT Pertamina (Persero) menghitung ulang harga BBM jenis Pertamax agar sesuai dengan nilai keekonomian saat ini. Adapun, Pertamax berkontribusi sebesar 13 persen terhadap total BBM di Indonesia.
“Pertamax ini kan sudah jauh sekali keekonomian harganya yang dibuat Pertamina. Sekarang Rp9.000-an, tapi harga keenomian yang dibuat Kementerian ESDM sampai Rp16.000,” ujar Arya dalam keterangannya lewat video kepada media, Selasa (29/3/2022).
Dia merasa tidak relevan bila Pertamina mempertahankan harga seperti saat ini dan kemudian harus memberikan subsidi untuk Pertamax. Pasalnya bensin ini lazimnya digunakan untuk mobil mewah.
“Ironisnya juga Pertamina harus subsidi mobil mewah tersebut,” lanjut Arya.
Risiko Kelangkaan Pertalite
Sementara itu, penaikan harga Pertamax dan penetapan Pertalite sebagai bahan bakar subsidi atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berisiko membebani masyarakat. Jika pasokan Pertalite berkurang atau bahkan hilang di pasaran, masyarakat akan menanggung akibatnya.
Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menjelaskan bahwa penetapan Pertalite (Ron 90) sebagai BBM bersubdisi tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) sejak 10 Maret 2022.
Achmad menilai bahwa berlakunya aturan itu berpotensi membuat pemerintah memperlakukan Pertalite sama seperti premium. Dia mengkhawatirkan besarnya tunggakan kompensasi pemerintah ke Pertamina untuk membayar subsidi dapat membuat suplai Pertalite di pasaran kian menipis.
Pemerintah mencatatkan utang kompensasi hingga Rp109 triliun pada 2021. Jumlah itu meliputi Rp84,4 triliun kompensasi BBM kepada Pertamina dan Rp24,6 kompensasi listrik kepada PT PLN (Persero).
Penetapan hal tersebut (Pertalite sebagai BBM bersubsidi) jangan dianggap kabar gembira oleh masyakarat, karena Pertalite akan bernasib sama seperti premium, tiba-tiba hilang di pasaran. Premium dan Pertalite akan hilang dari pasaran karena pemerintah tak kunjung membayarkan utangnya kepada Pertamina,” ujar Achmad pada Selasa (29/3/2022).
Menurutnya, pola yang terjadi terhadap premium itu rentan terulang di Pertalite. Meskipun harganya murah, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, Pertalite berpotensi menjadi langka dan akhirnya publik terpaksa membeli BBM nonsubsidi yang jauh lebih mahal. (*)