JAKARTA, STARNEWSID.COM— RUSLAN RAMLI, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul.
Horor, rumit, stres. Seperti itu kira-kira stigma yang melekat kuat pada skripsi bagi mahasiswa ketika memasuki semester akhir perkuliahan. Banyak yang menganggap skripsi sebagai sebuah tekanan super berat. Tuntutan akademik bercampur desakan keluarga, lingkungan sosial, dan keinginan pacar maupun calon mertua agar segera sarjana. Himpitan psikologis yang menyebabkan depresi dan asam lambung naik tiba-tiba.
Terbayang bagaimana kegiatan meneliti, memahami teori dan konsep. Padahal diri ini sebenarnya alergi metodologi. Kebiasaan keluyuran tergantikan perintah turun lapangan mencari dan mengumpulkan data. Lanjut mengolah lalu menganalisisnya. Interview informan atau sebar kuesioner ke responden. Panjang alurnya.

Sekompleks itukah sehingga skripsi benar-benar mimpi buruk bagi mahasiswa? Tidak juga, tidak sedramatis itu. Lebay. Tapi bukan segampang membuat makalah. Perlu trik, ada cara sederhana namun ampuh menyelesaikannya. Semua terungkap pada buku bertitel “Skripsi Bukan Mata Kuliah Tugas Akhir: Trik Praktis Menaklukkan Ilmu Komunikasi”.
Kamis kemarin di Kebon Jeruk, Aspikom Korwil Jabodetabek bikin gawean di Kemala Ballroom Kampus Universitas Esa Unggul. Ketuanya berganti dari Bu Rini ke Bu Erna, dekan sekaligus atasan saya di Fakultas Ilmu Komunikasi. Ia dilantik Prof Anang Sujoko, Ketum DPP Aspikom. Seratus lebih dosen disahkan sebagai pengurus asosiasi yang berlatar disiplin ilmu komunikasi. Penyerahan bendera organisasi dari Prof Anang ke Bu Erna menandai awal mula kerja pengurus baru hingga 2029.
Di momen itu, saya diberi ruang untuk ikut bicara tentang bagaimana menuntaskan skripsi. Dekan Fikom yang terpilih sebagai Ketua Aspikom di wilayah aglomerasi ibu kota itu tahu bahwa saya menulis buku tentang trik menyelesaikan laporan akhir mahasiswa. Buku itu belum lama ini rilis oleh penerbit di kawasan Jakarta Timur. Kira-kira sebulan lalu ia meminta saya untuk berbagi ilmu di acara pelantikannya.
Dipandu Paundra Jhaluguling sebagai host, jadilah obrolan 40 menit itu menyempil di antara seremoni Aspikom Jabodetabek. Di depan kolega-kolega berbasis ilmu komunikasi, mengalirlah trik “menaklukkan skripsi”. Buku yang masih tersegel plastik di tangan, membuat saya cukup percaya diri presentasi.
Pertama persoalan mind set. Mahasiswa perlu mengubah kerangka pikir bahwa skripsi sebagai mata kuliah yang baru dikerjakan pada penghujung kuliah. Meskipun kurikulum akademik menempatkan skripsi di semester tujuh atau delapan, bukan berarti laporan ilmiah tersebut baru dikerjakan saat itu juga. Melainkan pengerjaannya dapat dimulai sejak semester awal atau tengah. Kamu perlu merancang rencana waktu, topik kajian, pengumpulan data, pendalaman teori dan konsep, serta metodologi yang akan diteliti.
“Jadi jangan menunggu sampai mata kuliah skripsi ditawarkan tetapi persiapkan sejak jauh hari. Mind set seperti ini harus kamu hilangkan. Skripsi butuh persiapan. Silakan cicil sedikit demi sedikit sehingga ketika tiba masanya, kamu tidak memulainya dari nol.”
Kedua, topik kajian berkesesuaian dengan minat kamu. Kuasai satu metode riset tanpa harus menguasai semuanya. Jika kamu tertarik kajian analisis isi, tidak wajib bagi kamu memperdalam studi kasus, semiotika, fenomenologi, studi pustaka dan sebagainya.
“Fokus di situ dulu dan jangan ke mana-mana.”
Punya hobi nonton film di Netflix or bioskop bisa kamu tarik ke kajian komunikasi. Atau mengikuti kasus-kasus cyberbullying yang marak di media. Gemar main game hingga curhat di medsos. Semua punya pintu masuk ke riset komunikasi. Kajian komunikasi ada di mana-mana, tidak usah repot mencarinya. Ia ada dalam keseharian kita, hadir di kegiatan rutin kita.
Jika idenya sudah ditemukan, kamu bisa memfollow up-nya dengan cara berselancar di rimba akademik. Baca buku, jurnal atau tulisan-tulisan relevan. Cari di google, pasti ketemu. Datanya available, berlimpah di sana.
Ciptakan ekosistem akademik. Bertanya atau berdiskusi dengan teman atau dosen. Buang rasa malu sebab kamu perlu pandangan orang lain. Mungkin ada yang kamu tidak lihat tapi orang lain melihatnya. Bergaul dengan mereka yang jago metodologi, merapat ke mereka yang encer teoretis.
Di luar itu, atur kegiatan dengan baik. Tentukan kapan waktu riset, kuliah, berorganisasi, hang out, bersama keluarga atau bergaul dengan bestie. “Ini pekerjaan manajerial. Kemampuan mengelola aktivitas. Disiplin waktu supaya semua bisa jalan tanpa ada yang tertinggal.”
Tidak kalah pentingnya, kehadiran dosen pembimbing yang selalu jadi tempat bertanya dan konsultasi. Berjarak lebar jangan. Takut berlebihan karena merasa di bawah tekanan juga tidak boleh. Jaga sikap. Kamu tetap hormat, menghargainya namun berupaya mengkreasi kenyamanan berdiskusi.
“Pembimbing pasti paham kesulitan mahasiswa sehingga mau membantu. Dia ogah membuatmu berlama-lama selama intens bimbingan. Dan, yang paling basic adalah menulis. Kerjakan saat itu. Jangan tunda jika ada gagasan maupun data baru.”
Simpelnya dapat dirancang dalam triangulasi; kecerdasan-manajerial-emosi. Kecerdasan merefer pada kecakapan berpikir, memahami skripsi sebagai kerja-kerja otak. Kamu perlu menambah bacaan untuk suplai asupan berpikir dan analisis. Manajerial berarti kemampuan kamu mengatur waktu dan kegiatan serta berdisiplin. Emosi merujuk ketangguhan mental kamu menerima keadaan. Tahan banting saat bimbingan, mengikuti arahan tanpa rasa kesal. Sebab pasca lulus, kamu sudah terbentuk memasuki dunia kerja.(*/idj)











