Penulis:
Sitti Aisyah
(Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Jenderal Pajak)
Hiruk-pikuk hari pertama sekolah di SDN Mengejar Mimpi sungguh riuh. Hilir mudik anak-anak bersiliweran, ada yang bercerita, berlari-larian atau bercanda dengan teman barunya. Menyenangkan melihat kepolosan, kelucuan dan wajah ceria anak-anak itu. Tapi ada yang nampak berbeda, tampak satu anak yang duduk menyudut sambil sesekali memperhatikan temannya yang lain. Anak ini tampak menunduk melihat ke arah kakinya yang hanya mengenakan sepasang sendal. Miris, disaat teman-temannya yang lain bergembira menyambut hari pertama sekolah anak ini harus berjibaku dengan perasaan tidak percaya diri karena tampak berbeda dari teman-temannya.
Cerita di atas adalah satu dari banyak kisah yang dihadapi oleh para guru terutama guru yang bertugas di daerah pedalaman atau daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia. Pembangunan yang belum merata, akses transportasi yang belum memadai memaksa sebagian masyarakat kita untuk berjuang lebih agar dapat hidup layak ditengah berbagai keterbatasan yang ada.
Saya jadi berkhayal, seandainya Indonesia mempunyai dana yang besar untuk membiayai pembangunan, membiayai sekolah bukan hanya gratis biaya sekolah tetapi juga gratis segala keperluan sekolah, tentunya cerita di atas tidak perlu terjadi. Tapi untuk mewujudkan hal tersebut tentunya dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika kita lihat dari postur APBN 2024 diketahui bahwa pendapatan negara sebesar Rp2.802T sementara belanja negara sebesar Rp3.332T.
Nilai belanja yang masih lebih besar dari nilai pendapatan ditutup dengan pembiayaan berupa utang. Pemerintah membutuhkan sumber penerimaan negara yang minim resiko dalam pengadaannya. Saat ini, penerimaan negara terdiri dari 3 (tiga) sektor yaitu: perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan Hibah. Sektor perpajakan memegang peranan sebesar 82.42% disusul PNBP 17.55% dan Hibah 0.014%.
Peranan pajak dalam penerimaan negara sering diibaratkan sebagai tulang punggung negara karena perannya yang vital. Memaksimalkan penerimaan pajak untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara tentunya menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Keberhasilan penerimaan pajak sangat bergantung dari adanya kesadaran pajak para Wajib Pajak.
Kesadaran Pajak melalui Program Inklusi Kesadaran Pajak, Bonus demografi pada tahun 2045 diproyeksikan akan membawa Indonesia pada puncak produktivitas, dengan mayoritas penduduk berusia produktif dan sebagian besar berpenghasilan menengah. Momentum ini memiliki potensi besar untuk mendongkrak penerimaan negara, terutama melalui sektor perpajakan. Dengan 80% penduduk yang berpenghasilan menengah berkontribusi pada pajak, Indonesia bisa memiliki sumber pendanaan yang kuat dan berkelanjutan untuk mendukung APBN tanpa harus bergantung pada pembiayaan luar negeri yang berisiko.
Namun, optimalisasi penerimaan pajak tidak akan terjadi tanpa adanya kesadaran pajak yang kuat dari para Wajib Pajak. Kesadaran ini perlu ditanamkan dan dibangun melalui langkah-langkah strategis mulai dari sekarang. Melibatkan berbagai pihak, baik dari DJP dan sektor pendidikan sebagai mitra, adalah langkah krusial untuk memastikan pesan kesadaran pajak tersampaikan dengan efektif.
Memupuk kesadaran pajak pada generasi muda merupakan tanggung jawab bersama sebagai suatu langkah gotong royong dalam membangun bangsa. Dalam rangka mewujudkan generasi muda yang sadar pajak, DJP telah menyiapkan program edukasi nilai-nilai kesadaran pajak melalui program inklusi kesadaran pajak.
Inklusi kesadaran pajak adalah edukasi pajak kepada masyarakat terkait kesadaran pajak yang terintegrasi dan terinternalisasi dalam suatu bagian dari media atau kegiatan lain yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang disebut Mitra Inklusi. Inklusi kesadaran pajak dalam Pendidikan merupakan salah satu bagian dari kegiatan edukasi pajak yang ditujukan kepada peserta didik dengan mengintegrasikan materi Inklusi Kesadaran Pajak dalam kegiatan pembelajaran.
Mitra Inklusi terdiri dari Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan pembelajaran melalui jalur Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal; dan Pihak lain yang mendukung pelaksanaan program Inklusi Kesadaran Pajak dalam bentuk penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan.
Upaya bersama DJP-Kementerian Keuangan dengan Ditjen Dikti Kemendikbud selaku pihak yang membidangi pendidikan untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan tenaga pendidik melalui integritasi materi kesadaran pajak dalam Pendidikan yang dijalin dalam bentuk Nota Kesepahaman dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor PRJ-12/MK.01/2020 dan nomor 21/XII/NK/2020 tanggal 4 Desember 2020 tentang Kesinergisan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi dalam Bidang Pendidikan, Kebudayaan, dan Keuangan Negara.
Penanaman nilai-nilai kesadaran pajak ini perlu dilakukan sejak dini agar generasi muda saat ini yang akan menjadi generasi emas di Tahun 2045 nanti dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Jika kesadaran pajak sudah mulai tercipta di masyarakat dan rasa malu timbul ketika tidak melaksanakan kewajiban perpajakan maka impian kita untuk menjadi negara maju bukan lagi khayalan.
Menggapai mimpi menjadi negara maju membutuhkan kerja keras, kolaborasi seluruh elemen bangsa, dan pendanaan yang memadai. Salah satu sumber pendanaan yang besar dan minim risiko adalah dari sektor perpajakan. Penerimaan pajak akan optimal apabila seluruh masyarakat Indonesia memiliki kesadaran pajak dan tertib melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan begitu, cerita dari SDN Mengejar Mimpi dapat berakhir indah, dan mimpi kita untuk Indonesia yang lebih sejahtera dapat terwujud. (*)