STARNEWSID.COM, JAKARTA — Perang Rusia-Ukraina dampaknya luar biasa, dan belum ada negara yang mau jadi penengah mendamaikan. Hanya Turki yang mau menjadi tempat berunding negaranya agar Rusia dan Ukraina berdamai. Namun, hingga kini pertempuran Rusia dan Ukraina kian seru.
Pertempuran dua negara ini dampaknya ekonomi luar biasa. Akibatnya terjadi krisis pangan di benua Eropa, Amerika, dan Afrika.
Indonesia pun kena dampaknya, terjadi krisis bahan bakar minyak.
Bila Indonesia tidak menaikan harga BBM, akibatnya fatal. Karena harga minyak mentah dunia sudah mencapai $AS 117 per barel.
Untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak, awal Ramadan ini, pemerintah sudah menaikan harga Pertamax menjadi Rp1 250 per liternya. Tidak lama lagi akan menyusul Pertalite dan gas elpiji 3 Kg.
Imbas kenaikan harga BBM ini harga kebutuhan pokok pada bulan puasa tahun ini juga disinyalir bakal ikutan meroket.
Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengklaim Pemerintah sengaja menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax pada bulan puasa agar tidak di demo masyarakat.
Kenaikan Pertamax ini bakal disusul kenaikan jenis bahan bakar lainnya seperti pertalite dan tabung elpiji 3 Kilogram. Imbas kenaikan harga BBM ini harga kebutuhan pokok pada bulan puasa tahun ini juga disinyalir bakal ikutan meroket.
“Kenaikan (harga BBM) diakalin di bulan puasa, supaya nggak ada demo,” kata Uchok, Sabtu, 2 April.
Dalam satu dua hari kedepan efek kenaikan harga BBM ini memang belum begitu terasa, namun lain ceritanya ketika kondisi ini sudah berjalan selama satu dua pekan ke depan. Uchok memperkirakan, pada pertengahan bulan Puasa nanti, semua harga kebutuhan sudah merangkak naik.
“Ini akan membebani masyarakat. Apalagi nanti Pertalite dan gas LPG juga akan naik, pasti masyarakat semakin menderita. Sekarang masih nggak apa-apa, tapi menjelang Idul Fitri pasti terasa. Ini minyak goreng naik, gula mahal, masyarakat kecewa. Jadi beban bukan lagi di pundak Jokowi, tapi masyarakat sendiri,” tegasnya.
Uchok kemudian mengungkit aksi protes besar-besaran yang dilakukan masyarakat Indonesia ketika harga BBM naik pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu kata dia kenaikan harga BBM tidak seberapa hanya sekitar Rp500 perak, namun efeknya merembet ke harga bahan pokok.
Sikap masyarakat ketika menghadapi kenaikan harga BBM era SBY dan Jokowi ini kata Uchok memang sangat berbeda, saat ini masyarakat terlihat lebih tenang, namun menurutnya sikap masyarakat sekarang ini justru jauh lebih berbahaya. Dia meminta Pemerintah tak menganggap enteng sikap masyarakat yang demikian.
“Saat ini suasana pemerintah melihat masyarakat seperti air yang tenang, tapi ini bahaya buat pemerintah bahaya. Karena kekecewaan masyarakat bisa menjatuhkan pemerintah,” tuturnya.
Ia membenarkan bahwa perang Rusia-Ukraina memang berpengaruh pada naiknya harga minyak. Namun, kesalahan selama ini adalah pemerintah yang membeli minyak olahan, bukan mentah. Padahal, jika mentah bisa lebih murah.
“Nanti harga minyak mentah bisa sampai 130 US Dollar per barrel? Bisa aja karena perang masih jalan dan nanti pasti SPBU tutup. Ngantisipasi bagaimana? nggak punya antisipasi sekarang pemerintah sudah mentok. Selama ini tidak mikir BBM, tapi mikir IKN,” pungkasnya. (*)